
RI Masih Rentan Kebocoran Data Meski Punya PDP, Apa Masalahnya?
Kasus masih juga terjadi, meskipun Indonesia saat ini sudah mempunyai Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (). Lalu, dalam area mana letak masalahnya?
Panji Wasmana, National Technology Officer Microsoft Indonesia mengatakan ada beberapa jumlah keseluruhan faktor yang digunakan digunakan menciptakan kasus kebocoran data masih rentan pada area dalam negeri, meskipun sudah ada UU PDP. Faktor pertama, menurutnya adalah mengamankan data besar membutuhkan proses lalu waktu yang mana mana bukan sebentar.
“Jadi, mengamankan sesuatu itu membutuhkan proses ya. Effort ini enggak sedikit, dalam artian, kalau kita lihat UU PDP itu kan sebenarnya perlindungan data pribadi. Kalau kita lihat bukan semua data pribadi ada di area area dalam company,” kata Panji di dalam dalam kantor Microsoft Indonesia, Jakarta, Rabu (18/10).
“Jadi perlu pemahaman lebih besar banyak lanjut bagaimana dia mengidentifikasi sebuah data itu masuk data personal atau tidak. juga ketika sudah tahu data tersebut, next step-nya adalah bagaimana kita menjamin data itu terproteksi,” imbuhnya.
Menurutnya data yang digunakan dimaksud terproteksi itu juga harus dilihat lagi runutannya, seperti tujuan penyelenggaraan data, database penyimpanan data, juga perlunya membatasi siapa cuma yang dimaksud mana dapat mengakses data tersebut.
Ia menjelaskan dengan hal-hal yang digunakan juga membutuhkan investasi modal yang tersebut tidaklah sedikit serta pelatihan-pelatihan yang dimaksud mana tak sebentar.
“Ketika saya ditanya teman-teman industri, dari mana kita mulai, saya bilang untuk mengamankan sesuatu adalah understanding apa yang digunakan digunakan perlu kita amankan. Kedua, ada pada tempat mana, level risk exposure ada di tempat tempat mana,” jelasnya.
Panji mengatakan level risiko kebocoran data dapat menentukan level kesesuaian yang tersebut mana akan dicapai kemudian perkembangan kegiatan ekonomi keamanan siber seperti apa yang dimaksud dimaksud dibutuhkan. Dan, menurutnya, hal ini juga membutuhkan proses yang dimaksud bertahap.
Menurut dia terkadang konstruksi ekonomi sanggup jadi tidaklah mencukupi, bahkan tingkat kesadarannya tak ada ada di dalam dalam level risiko tersebut.
“Itu mengapa kebocoran data masih terjadi sekarang,” ujar dia.
Cegah kebocoran data dengan AI, efektifkah?
Menurut Panji teknoloti kecerdasan buatan (AI) mampu menjadi salah satu alat untuk mencegah kebocoran data. Sejumlah perusahaan teknologi pun sudah menggunakan AI untuk melakukan tersebut.
Menurutnya perusahaan-perusahaan teknologi besar memanfaatkan AI untuk menganalisa perilaku dari user. Misalnya, AI dapat digunakan sebagai alarm bagi tindakan ‘sembrono’ dari karyawan sebuah perusahaan.
“Contoh kalau sering mengakses dokumen a, b, c kemudian tiba-tiba membuka dokumen lain tengah malam lalu pada luar kantor, kemudian di-download banyak dokumen itu sanggup jadi memberikan alert bahwa ada misbehaviour dari sisi individu user. Itu yang udah kita punya dari teknologi berjauhan hari,” jelas dia.
“AI digunakan untuk menciptakan sistem tambahan cerdas lalu mampu mengenali beberapa pattern yang mana yang disebut tersembunyi dari aktivitas user, tapi sekali lagi, ini bukan semata-mata terkait sistem AI, tapi juga user-nya,” papar dia.